Selasa, 17 Juli 2007

Perjuangan untuk demokrasi di Indonesia

Oleh Dewan Editorial
23 Mei 1998

Dengan saat-saat yang penuh dengan peristiwa-peristiwa dan bermuatan politis ini sedang mendekati penutupannya, hal-hal politis dan sosial yang terpenting yang mendasari krisis ini telah dibawa kepenyelesaian yang tajam. Pengunduran diri Suharto yang sesungguhnya telah menggaris-bawahi kenyataan-kenyataan bahwa masalah-masalah dari penindasan politis, pengangguran, kemiskinan, pembedaan bangsa dan agama dan kekuasaan imperialis telah mempunyai akar-akar yang lebih dalam daripada ketamakan dan korupsi oleh pemerintahan secara perorangan.

Pengganti Suharto yang dipilih secara hati-hati dan antek lamanya B.J. Habibie telah mengumumkan sebuah kabinet yang berisi banyak menteri-menteri yang terpenting dari pemerintahan yang sebelumnya, termasuk komandan ABRI Jenderal Wiranto sebagai Menteri Pertahanan, dan bekas kepala militer Feisal Tanjung sebagai menteri Kordinator untuk urusan-urusan politik. Salah satu dari keputusan rejim militer itu adalah perintah untuk tentara-tentara agar memindahkan dengan kekuatan dari gedung parlemen ribuan pelajar dan mahasiswa yang menempati dan menuntut perubahan perubahan demokrasi secara meluas.

Memang akan sangat sulit untuk dibantah dengan bermuka lurus bahwa Habibie dalam derajat yang sekecil apapun telah menjelmakan aspirasi-aspirasi demokrasi untuk rakyat Indonesia. Pemilik-pemilik bank dan politikus-politikus di negara barat, bersama dengan elemen-elemen dalam militer dan kelompok-kelompok bisnis di Indonesia, tidak mempunyai kepercayaan bahwa presiden yang baru ini akan dapat memaksakan politik-politik keras yang dituntut oleh Dana Moneter Internasional (IMF), dengan menindas gelombang protes sosial dan memulihkan ekonomi dan keseimbangan politis.Oleh karena itu, dari White House di Washington sampai ke kantor oposisi-oposisi burjuis di Jakarta, permohonan-permohonan telah dibuat untuk perubahan segera dari apa yang selalu dinamakan sebagai reformasi demokrasi yang berarti itu.

Tetapi apa isi dari "demokrasi" yang dirumuskan untuk Indonesia oleh pemimpin-pemimpin kapitalis dari negara barat dan burjuis oposisi Suharto di tanah air itu? Mereka semua telah mengambil sebagai titik permulaannya, kepentingan-kepentingan Indonesia untuk membayar kembali pinjaman-pinjamannya kepada bank-bank imperialis dan IMF. Dipusat dari yang sering disebutkan sebagai program reformasi yang dituntut oleh institusi-institusi keuangan ini adalah penarikan dari semua pembatasan-pembatasan dalam pengunaan secara semena-mena dari sumber-sumber alam negara dan tenaga kerja yang murah oleh korporasi-korporasi transnasional.

Bagi Suharto dan antek-anteknya, reformasi IMF mungkin akan mengurangi jumlah perampokan dari ekonomi nasional, tetapi siapapun harus meragukan bahwa keuntungan-keuntungan besar mereka akan dilindungi, Jenderal Wiranto sudah memberikan jaminan bahwa angkatan bersenjata akan melindungi keluarga Suharto dan bisnis-bisnis mereka.

Bagi para buruh, petani-petani dan orang-orang miskin, jalan ini akan mengakibatkan berakhirnya subsidi-subsidi dari harga bahan-bahan pokok, yang akan merupakan kelanjutan pemberhentian massal dari pekerjaan dan, secara keseluruhan, merupakan sebuah penghebatan dari penderitaan sosial yang tak terhitung lagi. Sumber-sumber di negara barat secara terus terang telah meramalkan sebuah kenaikan yang pesat dari jumlah pengangguran yang resmi yang akan mencapai 20 persen.

Tugas-tugas dari reformasi politis, sebagai yang ditentukan oleh mereka yang menerima tuntutan dari bank-bank internasional, adalah untuk membuat pelaksanaan dari kekerasan-kekerasan yang brutal itu menjadi lebih mudah untuk diterima – dan lebih mudah dipaksakan – dengan menggunakan kata-kata yang muluk dan perhiasan-perhiasan luar dari demokrasi. Tetapi biarpun pada saat mereka berbicara tentang "people power" dan hal-hal yang sama seperti itu, mereka mendesak bahwa kekuasaan yang sebenarnya masih tetap berada ditangan Suharto militer – sebuah institusi yang tangannya telah dinodai oleh darah dari ratusan sampai ribuan warga negaranya.

Perolokan demokrasi ini mengaris-bawahi perbedaan yang menyolok di antara demokrasi yang dipercayai secara mendalam dan aspirasi-aspirasi social dari rakyat Indonesia dan kepentingan-kepentingan buat diri sendiri dari golongan burjuis yang jumlahnya sangat kecil dan elemen-elemen dari golongan menegah atas, yang terikat kaki dan tangannya kepada institusi-institusi keuangan imperialis dan pemerintahan-pemerintahan.

Demokrasi bagi para buruh, petani-petani dan pemuda-pemuda harus berarti sebagai kebebasan politis, berakhirnya dari pembedaan dari bangsa, agama dan suku bangsa, dan pembebasan dengan kehancuran ikatan-ikatan dari penindasan ekonomi dan kemiskinan. Hal itu tidak akan menjadi kenyataan tanpa menjalankan dan memutuskan dengan cara-cara yang maju, hal-hal sosial yang mendasar yang sedang dihadapi oleh masyarakat. Langkah-langkah apakah yang harus diambilkan untuk meletakkan dasar-dasar bagi perkembangan demokrasi tersebut?

  1. Dirikan sebuah sidang pemilihan, pilihlah secara demokratis dengan berdasarkan pemungutan suara yang umum,untuk membuat rencana bekerja politis untuk reformasi yang sejati. Badan tersebut akan menyatakan aspirasi-aspirasi dari para buruh, petani-petani dan rakyat yang miskin yang merupakan kebalikkan dari sidang nasional yang distampel oleh Suharto, yang sebagian besar dari anggota-anggotanya dipilih secara hati-hati atau calon-calon dari tiga partai politis resmi yang dijalankan oleh negara itu. Untuk mengadakan pemilihan umum yang demokratis, seluruh hukum-hukum yang melarang ketidak-setujuan terhadap pemerintah dan pembatasan-pembatasan kepada partai-partai politis dalam kebebasan untuk berbicara dan berserikat harus dihapuskan. Semua tahanan politis harus dibebaskan dengan segera.
  2. Bebaskan kaum petani dari penindasan politis dan ekonomis. Jutaan dari petani-petani kecil telah menjalankan kehidupan yang sangat terbatas, dengan berhutang kepada tukang-tukang peminjam uang, kekurangan peralatan, mesin-mesin dan pupuk, dan sedang menghadapi kemarau yang panjang. Banyak petani yang dipaksa untuk meninggalkan ladangnya tanpa dapat kembali lagi oleh perusahaan-perusahaan pertanian. Pertanian-pertanian yang besar dan perkebunan-perkebunan harus dijadikan milik negara, dibawah kontrol petani-petani dan buruh-buruh pertanian, sehingga dapat membantu petani-petani kecil.
  3. Jaminan ekonomi kepada para buruh dan rakyat yang miskin. Berjutaan buruh telah menjadi pengangguran pada tahun lalu, dengan bertambahnya jumlah kemiskinan di gubuk-gubuk di sekitar Jakarta dan kota-kota besar lainnya.Setiap pekerja harus dijamin dengan pekerjaan yang berkondisi dan gagi yang layak. Kesejahteraan, kesehatan umum dan perumahan harus diperluaskan sehingga perawatan bagi orang-orang yang sudah lanjut usianya, cacat dan tidak mempunyai kemampuan untuk bekerja lagi, dapat diadakan. Setiap orang muda harus mendapatkan pendidikan yang terbaik dengan cuma-cuma.

    Langkah pertama adalah dengan penyitaan uang yang berjumlah jutaan dollar di dalam aktiva-aktiva milik Suharto, keluarga dan antek-anteknya dan perubahan dari saham-saham korporasi mereka menjadi persatuan-persatuan umum yang berada dibawah kontrol kaum buruh dengan secara demokratis.

  4. Persamaan (equality) yang penuh untuk semua agama, bangsa dan suku bangsa di dalam Indonesia. Sejak hari kemerdekaan dari negara Indonesia yang secara resmi, Kaum golongan atas telah berkali-kali, dengan sengaja memperbesarkan perbedaan suku bangsa dan agama untuk mengadu domba rakyat satu sama lain. Semua hukum dan peraturan yang memperbedakan orang-orang cina dan kelompok-kelompok lain yang berhubungan dengan kesempatan kerja, kewarganegaraan dan hak-hak yang lainnya harus dihapuskan.
  5. Penarikan segera dari seluruh tentara Indonesia dari Timor Timur dan pendirian-pendirian perhubungan persaudaraan dengan rakyat di negara itu. Ratusan sampai ribuan orang terbunuh dalam perang yang panjang melawan rejim Suharto yang ingin mempertahankan kekuasaannya diatas rakyat dan kekayaan alam di Timor Timur.
  6. Pembebasan dari penindasan oleh bank-bank imperialis dan pemerintahan-pemerintahan. Tuntutan IMF itu ditujukan untuk memperdalam pengunaan kaum buruh di Indonesia secara kejam untuk meningkatkan jumlah keuntungan-keuntungan yang mengalir ke dalam peti uang milik korporasi-korporasi transnasional. Rencana-rencana IMF itu harus ditolak bersama dengan jutaan dollar dalam pinjaman dari negara asing yang seharusnya dibayarkan kepada bank-bank internasional dan rumah-rumah keuangan.

Tidak ada satupun dari tindakan-tindakan ini yang akan dilaksanakan oleh fraksi-fraksi kaum burjuis di Indonesia ataupun oleh kekuatan-kekuatan dari burjuis oposisi, dan lebih-lebih oleh Amien Rais yang organisasi Islam Muhammadiyah-nya berlumuran dengan racisme (pembedaan bangsa) dan memegang peranan di dalam pembunuhan massal pada waktu koup militer Suharto ditahun 1965-66.

Seluruh sejarah dari masa sesudah perang dunia di Indonesia telah menunjukkan akan ketidak mampuan dari kaum kapitalis untuk memenuhi kebutuhan dan aspirasi dari massa buruh untuk hak-hak demokratis dan kehidupan yang layak. Dengan merendahkan diri kepada modal keuangan internasional, kaum burjuis telah berkali-kali memilih kembali kediktatoran, dalam satu bentuk atau bentuk lainnya, sehingga kekuasaannya dapat dipaksakan. Di bawah kondisi saat ini yaitu dalam ekonomi dan politis kekalutan, kaum itu tidak akan mempunyai pilihan lain tetapi untuk menggunakan cara-cara yang kejam untuk memaksakan dikte-dikte ekonominya.

Hanya kaum buruh yang dapat memimpin rakyat yang tertindas ke jalan untuk demokrasi yang sejati, dan hal itu tidak terpisahkan dari perjuangan untuk sosialisme. Para pekerja harus mulai membangun badan-badan demokrasi milik mereka sendiri, bangun persekutuan dengan para petani yang miskin, orang pedesaan yang miskin dan ahli-ahli yang tidak mempunyai kehidupan yang layak itu, dan berjuang untuk mendirikan sebuah pemerintahan milik para buruh dan petani.

Tidak ada komentar: